Rabu, 15 Mei 2013

vidio

Komplikasi penyakit DM

Komplikasi penyakit DM

Jika komplikasi diabetes dibuat menjadi daftar, pasti akan terbentuk suatu daftar yang panjang. Ya, penyakit diabetes memang dapat menyebabkan penyakit-penyakit lain.
Bahkan, banyak penderita diabetes yang meninggal bukan akibat penyakit diabetes melitus itu sendiri melainkan komplikasinya. Komplikasi penyakit diabetes bisa menyerang mata, kulit, menyebabkan tekanan darah tinggi yang mengakibatkan stroke dan masalah jantung, hingga oesteporosis.
Glukosa di tubuh penderita diabetes sangat tinggi kadarnya karena insulin yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen tak mampu diproduksi oleh tubuh.
Banyaknya glukosa membuat tubuh menderita banyak penyakit. Penderita diabetes harus menjaga kestabilan kadar gula darah agar komplikasi diabetes tidak terjadi. Komplikasi penyakit diabetes melitus sangat mungkin menyerang organ-organ tubuh di bawah ini.
  • Mata
    Kadar gula darah yang tidak stabil dapat menyebabkan kerusakan pada organ mata. Kadar gula darah yang kerap kali berubah-ubah dapat menyebabkan masalah keseimbangan cairan pada lensa mata. Lensa mata bisa saja menyerap terlalu banyak cairan yang dapat membuat mata membesar dan membuat penglihatan menjadi kabur. Saraf mata dan pembuluh darah yang mengirimkan darah ke retina juga dapat rusak akibat adanya diabetes. Selain glaukoma dan katarak, diabetes juga dapat menyebabkan kebutaan.
  • Kulit
    Komplikasi diabetes biasanya menyerang kulit. Infeksi yang disebabkan oleh jamur dan bakteri adalah hal utama pada komplikasi diabetes yang menyerang kulit. Rasa gatal juga sering timbul akibat adanya penyakit gula dan hal-hal ini diakibatkan oleh adanya sirkulasi darah yang buruk. Komplikasi diabetes yang menyerang kulit atau yang biasa disebut diabetes dermopathy ditandai dengan adanya bercak merah kecoklatan pada kulit. Komplikasi diabetes ini biasanya terjadi pada mereka yang telah mengidap diabetes selama 10 hingga 20 tahun.
  • Tulang
    Tahukah Anda bahwa kepadatan tulang dapat dipengaruhi oleh adanya penyakit gula tipe 1? Tidak hanya kepadatan tulang, resiko terjadinya fraktur atau patah tulang juga sangat tinggi bagi penderita diabetes. Sedangkan diabetes tipe 2 sepertinya terhindar dari adanya osteoporosis. Untuk mencegah terjadinya pengurangan kepadatan tulang, penderita diabetes tipe 1 dianjurkan untuk mengonsumsi vitamin D atau diet yang tinggi kalsium.
  • Tekanan darah
    Diabetes dapat mengakibatkan masalah pada jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Resiko terhadap stroke menjadi dua kali lipat dalam lima tahun sejak seseorang divonis mengidap diabetes mellitus tipe 2. Diabetes menyebabkan terjadinya sirkulasi darah yang buruk sehingga mempengaruhi tekanan darah dan gangguan pada jantung.
  • Kaki
    Pasti Anda sering mendengar bahwa seorang penderita diabetes harus diamputasi kakinya. Infeksi pada kaki sering kali membuat para penderita diabetes terpaksa merelakan kakinya. Infeksi pada kaki ini disebabkan oleh adanya sirkulasi darah yang buruk. Aliran darah ke kaki sering kali terganggu yang akhirnya menimbulkan penyakit pembuluh darah perifer pada kaki. Pembuluh darah ini menyempit karena adanya timbunan lemak. Namun, penderita diabetes tidak dapat merasakan sakit atau panas akibat penyempitan ini. Yang terjadi adalah infeksi telah berkembang tanpa disadari oleh penderita.
  • Ginjal
    Ketika insulin tidak diproduksi maka glukosa tidak akan diubah menjadi glikogen sebagai energi, hasilnya adalah glukosa akan terus beredar di pembuluh darah. Sebagai alat filter dalam tubuh, ginjal berfungsi untuk menyaring terlalu banyak darah. Gula dalam darah yang terlalu banyak tentu saja memperkeras kerja ginjal. Kerja keras ginjal yang terus menerus dapat membuat ginjal berhenti untuk bekerja suatu saat nanti.

Hubungan obesitas dengan DM

PENDAHULUAN


   Prevalensi obesitas dan diabetes melitus tipe 2 meningkat dengan pesat di seluruh dunia. Sekitar 60% dari mereka yang obes menderita diabetes melitus tipe 2. Semakin besar indeks massa tubuh (IMT) semakin besar risiko menderita diabetes melitus tipe 2. Sebaliknya pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Amerika Serikat sekitar 90,0% adalah obes dan berat-badan lebih (overweight). Hasil penelitian epidemiologis di negara maju menunjukkan bahwa meningkatnya prevalensi obes sejalan dengan meningkatnya prevalensi diabetes melitus tipe 2. Wannamethee, dkk2 di Inggris memantau sebanyak 6916 pria usia menengah selama 12 tahun. Dari hasil pemantauan ditemukan bahwa resiko kejadian diabetes melitus tipe 2 meningkat secara bermakna dan progresif sejalan dengan meningkatnya indeks massa tubuh dan lamanya menderita obes atau berat-badan lebih (gambar 1).


   Hasil penelitian epidemiologis ini membuktikan bahwa ada kaitan erat antara obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Obesitas perlu dibedakan antara obesitas sentral atau visceral dan obesitas perifer. Dari hasil penelitian epidemiologis terbukti bahwa keterkaitan obesitas dan diabetes melitus tipe 2 lebih jelas pada mereka dengan obesitas sentral. Hasil pemeriksaan dengan CT-scan perut memperlihatkan bahwa lemak visceral sangat berperan terhadap terjadinya resistensi insulin. Walaupun lemak visceral merupakan prediktor utama terjadinya resistensi insulin, tampaknya tidak ditemukan hubungan tersebut pada mereka yang berat badannya normal.
















  Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hubungan lemak visceral dan resistensi insulin hanya terjadi pada keadaan dimana jaringan lemak visceral berlebihan seperti pada penderita obes. Artikel ini akan membahas mengenai patofisiologi terjadinya diabetes melitus tipe 2 pada obesitas dan penatalaksanaannya.


HUBUNGAN OBESITAS DAN DIABETES MELITUS TIPE 2

   Diabetes melitus tipe 2 terjadi oleh dua kelainan utama yaitu adanya defek sel beta pankreas sehingga pelepasan insulin berkurang, dan adanya resistensi insulin. Pada umumnya para ahli sepakat bahwa diabetes melitus tipe 2 dimulai dengan adanya resistensi insulin, kemudian menyusul berkurangnya pelepasan insulin. Pada penderita obes juga ditemukan adanya resistensi insulin. Ada dugaan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 dimulai dengan berat badan normal, kemudian menjadi obes dengan resistensi insulin dan berakhir dengan diabetes melitus tipe 2. Pada umumnya penderita diabetes melitus dengan keluhan khas yang datang ke klinik sudah ditemukan baik resistensi insulin maupun defek sel beta pankreas.


   Jaringan lemak mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserid, dan sebagai organ endokrin. Sel lemak menghasilkan berbagai hormon yang disebut juga adipositokin (adipokine) yaitu leptin, tumor necrosis factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin. Hormon-hormon tersebut berperan juga pada terjadinya resistensi insulin. Pada gambar 2 diperlihatkan hubungan jaringan lemak dengan kejadian resistensi insulin.

















Peran asam lemak bebas

   Pada mereka yang gemuk maupun diabetes melitus tipe 2 selalu ditemukan kadar asam lemak bebas yang tinggi. Meningkatnya asam lemak bebas pada mereka yang gemuk dan diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh meningkatnya pemecahan trigliserid (proses lipolisis) di jaringan lemak terutama di daerah visceral. Meningkatnya lipolisis diduga berkaitan dengan meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatis. Seperti diketahui lemak visceral peka terhadap rangsangan saraf simpatis sehingga metabolisme sel lemak visceral sangat aktif. Asam lemak bebas yang tinggi dalam plasma berperan terhadap terjadinya resistensi insulin baik pada otot, hati, maupun pada pankreas (gambar 2).

Otot

   Pada tahun 1963 Randle mengemukakan teori bahwa pada keadaan dimana peningkatan asam lemak bebas dalam darah akan diikuti dengan meningkatnya ambilan asam lemak bebas oleh jaringan otot. Pada keadaan normal otot akan menggunakan glukosa (oksidasi glukosa) untuk menghasilkan energi. Dengan demikian oksidasi asam lemak dalam otot meningkat, hal ini akan menghambat ambilan glukosa oleh otot sehingga terjadilah hiperglikemi (gambar 3A).

Hati

   Keadaan yang sama terjadi di hati, dimana hati akan menampung sebagian besar asam lemak bebas dan menjadi bahan untuk proses glukoneogenesis dan sintesis VLDL. Dengan meningkatnya glukoneogenesis, glukosa plasma puasa akan meningkat maka terjadilah hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi puasa ini akan mengakibatkan resistensi insulin di hati (gambar 3B)


Pankreas

   Mekanisme “kerusakan” pankreas pada obesitas belum jelas. Diduga bahwa asam lemak bebas yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya deposit trigliserid berlebihan pada sel beta pankreas, dan akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta pankreas.
















Keterangan Gambar 3. Siklus Randle di otot dan di hati

A. Pembakaran asam lemak bebas meningkatkan Acetyl CoA, jumlah Acetyl CoA yang berlebihan akan menghambat enzim heksokinase yang merupakan enzim penting untuk merubah oksidasi glukosa menjadi glukosa-6-fosfat (G-6-P). Untuk meningkatkan ambilan glukosa, sel otot membutuhkan lebih banyak insulin agar glukosa dapat masuk ke dalam sel otot, atau dengan kata lain akan terjadi resistensi insulin 
                            
B. Peningkatan kadar asam lemak dalam plasma menyebabkan distribusi melalui sistem portal ke hati berlebihan sehingga lebih banyak asam lemak yang dioksidasi dan menghasilkan Acetyl CoA. Acetyl CoA mengaktifkan enzim piruvat karboksilase di hati yang berperan untuk merubah asam piruvat menjadi glukosa pada proses glukoneogenesis, dengan demikian akhirnya terjadi peningkatan produksi dan pelepasan glukosa hati. Meningkatnya glukoneogenesis berakibat hambatan kerja insulin di hati, atau terjadilah resistensi insulin.

Peran adipositokin

   Penelitian terakhir membuktikan bahwa adipositokin (adipokin) yang dihasilkan oleh sel lemak berperan pada berbagai proses metabolisme dan terjadinya resistensi insulin. Leptin, tumor necrosis factor-Alfa (TNF-Alfa), interleukin-6 (IL-6), dan resistin bekerja meningkatkan resistesi insulin, sebaliknya adiponektin bekerja meningkatkan sensitivitas insulin .


Leptin 

   Kadar leptin dalam plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada sistem saraf perifer dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi insulin belum jelas. Penelitian pada tikus percobaan, leptin menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) yang akibatnya menghambat ambilan glukosa. Sebaliknya penelitian lain pada hewan dengan diabetes dan obes, pemberian leptin meningkatkan sensitivitas insulin. Hal yang serupa juga dilaporkan penelitian pada manusia.  

Tumor necrosis factor - Alfa

   Sama dengan leptin dan asam lemak bebas, kadar TNF-Alfa plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan, dan berperan dalam mekanisme resistensi insulin perifer. Walaupun demikian pada manusia kadar TNF-Alfa dalam sirkulasi sangat sedikit untuk dapat menghambat kerja insulin pada jaringan otot. Diduga kerja TNF-Alfa lebih bersifat parakrin daripada endokrin, atau dengan perantaraan faktor lain, misalnya asam lemak bebas, karena TNF-Alfa memacu lipolisis. Pada jaringan adiposa tikus percobaan dan manusia, TNF-Alfa diekspresikan secara berlebihan sehingga mengganggu insulin signaling yang akibatnya fosforilasi IRS-1 terhambat dan menekan ekspresi glucose transporter(GLUT)-4.

Interleukin-6

   Sebagai protein proinflamasi yang disekresikan oleh jaringan adiposa, IL-6 juga meningkat dengan meningkatnya berat badan. Pada manusia, IL-6 memacu pelepasan glukagon dan kortisol dan meningkatkan glukoneogenesis. Bastard, dkk. menemukan bahwa penderita diabetes melitus yang obes lebih resisten terhadap insulin, kadar IL-6, TNF-Alfa dan leptin meningkat dibandingkan kontrol penderita dibetes melitus yang tidak obes. Peran IL-6 pada resistensi insulin diduga melalui perlemakan (adiposity), secara tidak langsung berhubungan dengan kerja insulin. Hal ini dilaporkan oleh Vozarova, dkk. yang menemukan bahwa kadar IL-6 mempunyai korelasi dengan persentasi lemak tubuh, tetapi tidak ada korelasi dengan sensitifitas insulin pada orang Indian Pima.

Resistin

   Lazar, dkk  menemukan suatu molekul signalling disekresikan oleh adiposit dan dinamakan resistin. Kadar resistin meningkat  pada tikus obes akibat makan berlebihan dan obes karena genetik, dan berkurang dengan pemberian obat anti diabetik agonis peroxisome proliferator-activator receptor (PPAR), seperti rosiglitazone.

Adiponektin 
 
   Adiponektin adalah hormon peptida yang terutama dihasilkan oleh adiposit. Dibandingkan dengan adipositokin lainnya, kadar adiponektin paling tinggi dalam sirkulasi. Adiponektin mempunyai efek yang berlawanan dengan adipositokin lainnya, yaitu mencegah terjadinya resistensi insulin dan diabetes melitus tipe 2 . Weyer dkk , melaporkan kadar adiponektin pada orang kulit putih dan Indian Pima berkurang. Kadar adiponektin juga berkorelasi dengan sensitivitas insulin, dan sebaliknya berkurang dengan semakin  buruknya toleransi glukosa. Penelitian lain pada manusia, kadar adiponektin meningkat dengan penurunan berat badan dan pemberian agonis PPAR, rosiglitazone. Kerja adiponektin diduga dengan memacu ekspresi gen-gen yang mengatur metabolisme lemak pada jaringan otot, yaitu CD36, acyl co-enzyme A (CoA) oxidase, dan uncoupling protein (UCP)-2 yang akan meningkatkan efisiensi transpor asam lemak, pembakaran lemak dan termogenesis.
 
PENATALAKSANAAN

   Penatalaksanaan pada setiap penderita diabetes melitus terdiri atas  penatalaksanaan non-farmakologik yaitu terapi nutrisi medik (perencanaan makan), olahraga, edukasi, dan penggunaan obat untuk menurunkan kadar glukosa darah. Khusus untuk penderita diabetes melitus tipe 2 gemuk penatalaksanaan non-farmakologik sangat penting, oleh karena penurunan berat badan hanya dapat dicapai dengan terapi nutrisi medik dan meningkatkan aktivitas tubuh / olahraga. Telah terbukti bahwa dengan meningkatnya berat badan > 10% dari berat badan awal akan meningkatkan risiko terjadinya diabetes melitus. Sebaliknya dengan menurunkan berat badan penderita diabetes melitus gemuk dapat memperbaiki keadaan intoleransi glukosa.

Penatalasanaan non-farmakologik

   Penatalaksanaan non farmakologik memang menjadi tujuan utama pada diabetes melitus gemuk, sayangnya terapi non-farmakologik tidak selalu berhasil, bahkan lebih sering gagal. Oleh karena itu, beberapa upaya telah diusahakan untuk tetap berusaha menurunkan berat badan penderita diabetes melitus tipe 2 gemuk, antara lain adalah dengan penambahan obat anti obesitas seperti orlistat dan sibutramin. Oleh karena penderita diabetes melitus gemuk sering disertai dengan berbagai kelainan metabolik lainnya seperti adanya resistensi insulin / hiperinsulinemi, tingginya kadar trigliserid disertai rendahnya kolesterol-HDL dan hipertensi, dengan sendirinya pengobatan pada penderita diabetes melitus gemuk harus diperhitungkan semua faktor tersebut (gambar 4 )

Penatalaksanaan farmokologik

Obat hipoglikemik oral

   Pada saat ini dipasarkan sebanyak lima jenis obat hipoglikemik oral yaitu sulfonilurea, non-sulfonilurea secretogogue (repaglinid, natiglinid), biguanid, alpha glucosidase inhibitor (akarbose), dan thiazolidinedion (pioglitazon, rosiglitazon). Dalam pemilihan obat hipoglikemik oral untuk diabetes melitus tipe 2 gemuk selalu harus diperhatikan efek samping meningkatnya kadar insulin plasma, dan bertambahnya berat badan. Golongan thiazolidinedion, metformin, akarbose serta repaglinid dianjurkan untuk diabetes melitus tipe 2 gemuk. Pada keadaan tertentu perlu dilakukan pengobatan kombinasi Metformin tunggal selain menurunkan kadar glukosa darah juga menurunkan berat badan, oleh karena sangat dianjurkan pada penderita diabetes melitus tipe 2 gemuk. Golongan thiazolidinedion sangat baik untuk penderita diabetes melitus tipe 2 gemuk karena memperbaiki sensitivitas insulin di jaringan, tetapi kadang-kadang dapat menaikkan berat badan. Pada saat ini telah dipasarkan obat kombinasi dalam satu tablet seperti Glucovance (metformin-glibenklamid) dan Avandamet (metformin – rosiglitazon). Kedua obat tersebut memberikan hasil yang baik pada penderita diabetes melitus tipe 2 gemuk, dengan tidak menaikkan berat badan. 






 































Obat yang berkaitan dengan faktor risiko kardiovaskuler

   Oleh karena prevalensi hipertensi, dislipidemi sangat tinggi pada penderita diabetes melitus, sedangkan sasaran yang ingin dicapai sangat ketat maka obat yang berkaitan dengan faktor risiko kardiovaskuler seperti antihipertensi, obat hipolipidemik hampir secara rutin diberikan. Untuk obat antihipertensi selama kadar kreatinin dalam batas normal, pilihan pertama adalah golongan ACE-inhibitor. Secara khusus apabila sudah ditemukan adanya mikroalbuminuri maka ACE - inhibitor dapat mencegah perlangsungan nefropati diabetik menjadi lebih buruk.  Golongan statin sampai saat ini masih merupakan pilihan pertama untuk dislipidemi diabetik pada penderita diabetes melitus tipe 2, terkecuali pada mereka dengan kadar trigliserid tinggi yaitu > 400 mg/dl maka golongan fibrat didahulukan.

   Penelitian Heart Protection Study  dengan menggunakan simvastatin 40 mg/hari menyimpulkan bahwa pada mereka dengan kadar kolesterol - LDL yang < 100 mg/dl masih dapat memberikan manfaat pencegahan komplikasi kardiovaskuler. American Diabetes Association  merekomendasikan pemberian aspirin secara rutin pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang berumur > 30 tahun. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penderita diabetes melitus tipe 2 akan mendapat obat pencegahan untuk kejadian kardiovaskuler. 

Obat anti obesitas

    Obat anti obesitas seperti orlistat dan sibutramin, sangat membantu  untuk menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk. Obat-obat tersebut selain memberikan penurunan berat badan,  ternyata juga dapat memberikan perbaikan profil lipid serum seperti menurunkan kadar kolesterol- LDL dan trigliserid, dan menaikkan kadar kolesterol- HDL. Hasil yang sangat baik apabila berat badan dapat diturunkan sebesar 10% dari berat badan awal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Henry RR, Mudaliar S. Obesity, mechanisms and clinical
   management. Eckel RH (ed.). Lippincott Williams &
   Wilkins, Philadelphia 2003; 229-272
2. Wannamethee SG, Shaper GA. Weight change and duration of 
   overweight and obesity in the incidence of type 2
   diabetes. Diabetes Care 1999; 22: 1266-1272
3. Wilding JPH. Obesity and nutritional factors in the 
   pathogenesis of type 2 diabetes mellitus Textbook of
   Diabetes. Pickup JC, Williams G (eds.), 3rd ed., Blackwell
   Science, Oxford 2003: 20.1-20.16
4. Bastard JP, Jardel C, Brickert E, et al. Elevated levels of
   interleukin-6 are reduced in serum and subcutaneous 
   adipose tissue of obese women after weight loss. J Clin 
   Endocrinol Metab 2000; 85: 3338-3342
5. Vozarova B, Weyer C, Hanson K, et al. Circulating 
   interleukin-6 in relation to adiposity, insulin action,
   and insulin secretion. Obes Res 2001; 9: 414-417
6. Steppan CM, Bailey ST, Bhat S, et al. The hormone resistin
   links obesity to diabetes. Nature 2001; 409: 307-312
7. Weyer C, Funahashi T, Tanaka S, et al. Hypoadiponectinaemia in
   obesity and type 2 diabetes: close association with insulin
   resistance and hyperinsulinaemia. J Clin Endocrinol Metab
   2001; 86: 1930-1935
8. Scheen AJ, Lefebvre PJ. Management of the obese diabetic
   subjects. Diabetes Reviews, 1999; 7: 77-9
9. MRC / BHF Heart Protection Study of cholesterol– lowering 
   with simvastatin in 5963 people with diabetes:
   a randomized   placebo – controlled trial. The lancet 2003;
   361: 2005 – 2015
10.American Diabetes Association. Consensus development
   conference on insulin resistance. Diabetes Care 1999; 21: 
   310 -  314
11.James WPT, Astrup A, Finer N, Hilsted J, Kopelman P, Rossner 
   S, Saris WHM, Gaal LFV, for the STORM Study Group. Effect of 
   Sibutramine on Weight Maintenance after Weight Loss: 
   Randomized Trial. Lancet 2002;356:2119-2125
12.Torgerson JS, Hauptman J, Boldrin MN, Sjostorm L. XENical in
   the prevention of  diabetes in obese subjects (XENDOS) study.
   Diabetes Care 2004; 27: 155-161

Penyakit Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes Melitus


Diabetes Melitus - Pada umumnya penyakit diabetes ini ditemukan di daerah perkotaan, banyak yang menganggap bahwa penyakit diabetes ini adalah penyakit keturunan, padahal dari sejumlah penderita penyakit ini, masih sedikit yang tercatat disebabkan oleh faktor keturunan.

Penyakit diabetes pada umumnya disebabkan oleh konsumsi makanan yang tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat - obatan tertentu. Kebiasan hidup sehari - hari juga sangat mempengaruhi orang  terkena diabetes.

Adapun pengertian dari Diabetes Melitus (Kencing Manis) adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Insulin adalah hormon yang dilepas oleh pangreas, yang merupakan zat utama yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau di simpan sebagai cadangan energi.

Faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena Diabetes adalah:

  1. Faktor keturunan
  2. Kegemukan/Obesitas biasanya terjadi pada usia 40 tahun
  3. Tekanan darah tinggi
  4. Angka triglycerid (salah satu jenis molekul lemak) yang tinggi
  5. Level kolesterol yang tinggi
  6. Gaya hidup moderen yang cenderung mengkonsumsi makanan instan
  7. Merokok dan stress
  8. Terlalu banyak konsumsi karbohidrat
  9. Kerusakan pada sel pangreas

Gangguan metabolisme karbohidrat ini menyebabkan tubuh kekurangan energi, itu sebabnya penderita diabetes melitus umumnya terlihat lemah, lemas dan tidak bugar. Adapun gejala umum yang dirasakan oleh penderita diabetes adalah:

  1. Banyak kencing terutama pada malam hari
  2. Gampang haus dan banyak minum
  3. Mudah lapar dan banyak makan
  4. Mudah lelah dan sering mengantuk
  5. Penglihatan kabur
  6. Sering pusing dan mual
  7. Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu
  8. Berat badan menurun terus
  9. Sering kesemutan dan gatal - gatal pada tangan dan kaki 

Gejala tersebut merupakan efek dari pada kadar gula darah yang tinggi, yang akan mempengaruhi ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk mengencerkan glukosa sehingga penderita sering buang air kecil dalam jumlah yang banyak. Dari akibat ini penderita merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum. Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkonsumsikan hal ini, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.

Hal yang dapat dilakukan untuk mengobati diabetes adalah mengendalikan berat badan, olah raga dan diet. Tujuan dari pengobatan diabetes tersebut adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal.

Cara pemeriksaan sampel

Cara pemeriksaan sampel

Pemeriksaan ini dilakukan di atas kursi pemeriksaan khusus ginekologis. Sampel sel-sel diambil dari luar serviks dan dari liang serviks dengan melakukan usapan dengan spatula yang terbuat dari bahan kayu atau plastik. Setelah usapan dilakukan, sebuah cytobrush (sikat kecil berbulu halus, untuk mengambil sel-sel serviks) dimasukkan untuk melakukan usapan dalam kanal serviks. Setelah itu, sel-sel diletakkan dalam object glass (kaca objek) dan disemprot dengan zat untuk memfiksasi, atau diletakkan dalam botol yang mengandung zat pengawet, kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksaan


Jenis-jenis teknik pengambilan Sampel

Jenis-jenis teknik pengambilan Sampel
1)  Teknik sampling secara probabilitas
Teknik sampling probabilitas atau random sampling merupakan teknik sampling yang dilakukan dengan memberikan peluang atau kesempatan kepada seluruh anggota populasi untuk menjadi  sampel. Dengan demikian sampel yang diperoleh diharapkan merupakan sampel yang representatif.

Teknik sampling semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
a) Teknik sampling secara rambang sederhana atau random sampling. Cara paling populer yang dipakai dalam proses penarikan sampel rambang sederhana adalah  dengan undian.

b) Teknik sampling secara sistematis (systematic sampling). Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara mengambil setiap kasus (nomor urut) yang kesekian dari daftar populasi.

c) Teknik sampling secara rambang proporsional (proporsional random sampling). Jika populasi terdiri dari subpopulasi-subpopulasi maka sample penelitian diambil dari setiap subpopulasi. Adapun cara peng-ambilannya  dapat dilakukan secara undian maupun sistematis.

d) Teknik sampling secara rambang bertingkat. Bila subpoplulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara pengambilan sampel sama seperti pada teknik sampling secara proportional.

e) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling) Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi  yang ingin dijadikan subjek penelitian karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang ditentukan secara bertahap. Teknik pengambilan sample semacam ini disebut cluster sampling atau multi-stage sampling.



2) Teknik sampling secara nonprobabilitas.
Teknik sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan sample yang ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut pertimbangan pakar. Beberapa jenis atau cara penarikan sampel secara nonprobabilitas adalah sebagai berikut.

a) Purposive sampling   atau  judgmental sampling  Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memiih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang dietapkan peneliti. 


b) Snow-ball sampling (penarikan sample secara bola salju).
Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample pertama. Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan informasi dari sample pertama, sample ketiga ditentukan berdasarkan informasi dari sample kedua, dan seterusnya sehingga jumlah sample semakin besar, seolah-olah terjadi efek bola salju. 

c) Quota sampling (penarikan sample secara jatah). Teknik sampling ini dilakukan dengan atas dasar jumlah atau jatah yang telah ditentukan. Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses pengumpulan data.

d) Accidental sampling  atau convenience sampling Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti saat pengumpulan data dilakukan. Proses diperolehnya sampel semacam ini disebut sebagai penarikan sampel secara kebetulan.

4. Penentuan Jumlah Sampel 


Bila jumlah populasi dipandang terlalu besar,  dengan maksud meng-hemat waktu, biaya, dan tenaga, penelitili tidak meneliti seluruh anggota populasi. Bila peneliti bermaksud meneliti sebagian dari populasi saja (sampel), pertanyaan yang selalu muncul adalah berapa jumlah sampel yang memenuhi syarat. Ada hukum statistika dalam menentukan jumlah sampel, yaitu semakin besar jumlah sampel semakin menggambarkan keadaan populasi (Sukardi, 2004 : 55).

Selain berdasarkan ketentuan di atas perlu pula penentuan jumlah sampel dikaji dari karakteristik populasi. Bila populasi bersifat  homogen maka tidak dituntut sampel yang jumlahnya besar. Misalnya saja dalam pemeriksaan golongan darah.  Walaupun pemakaian jumlah sampel yang besar sangat dianjurkan, dengan pertimbangan adanya berbagai keterbatasan pada peneliti, sehingga peneliti berusaha mengambil sampel minimal dengan syarat dan aturan statistika tetap terpenuhi sebagaimana dianjurkan oleh Isaac dan Michael (Sukardi, 2004 : 55). Dengan menggunakan rumus tertentu (lihat Sukardi, 2004 : 55-56), Isaac dan Michael memberikan hasil akhir jumlah sampel terhadap jumlah populasi antara 10 – 100.000.. 

FIKSASI

FIKSASIMerupakan perilaku menetap yang dibawa dari kecil hingga perjalanannya menuju dewasa.  Fiksasi ditandai dengan perilaku-perilaku berlebihan seperti “terlalu sistematis”, “keras kepala”, “merokok”, “over eating” dll. Perilaku tersebut dihasilkan dari kepuasan yang didapatkan semasa kecil. Ketika anak terpuaskan dengan normal maka perkembangannya akan sehat dalam hal ini tidak fiksasi, namun jika terlalu terpuaskan atau bahkan tidak terpuaskan maka perkembangannya akan tidak sehat dan terjadi fiksasi. Maksud dari terpuaskan disini adalah setiap perkembangan mempunyai titik untuk dipuaskan contohnya mulut pada masa oral. Bayi membutuhkan sesuatu untuk dihisap, atau digigit untuk memenuhi kepuasan mulutnya. Fiksasi banyak terjadi akibat dari pengetahuan yang kurang masalah perkembangan.
REGRESI
Regresi merupakan perilaku kembali kemasa yang lebih muda dari masa sekarang. Pernahkan anda melihat wanita dewasa meminta maaf dengan gaya anak kecil ? Itulah regresi. Tujuan untuk berubah ke perilaku anak kecil adalah untuk dimaklumi.  Salah satu contoh konkretnya adalah mitos jikalau lansia akan berperilaku seperti anak kecil kembali. Alam tidak sadar manusia men-setting untuk melakukan regresi agar supaya kenyataan dapat menerima lansia tersebut.

REAKSI TRANSFUSI

REAKSI TRANSFUSI

REAKSI TRANSFUSI
DEFINISI :
Semua kejadian yang tidak menguntungkan penderita , yang timbul selama atau setelah transfusi , dan memang berhubungan dengan transfuse tersebut.
PEMBAGIAN :
I. REAKSI TRANSFUSI SEGERA : ( < 24 Jam ) .
1. Reaksi transfusi Haemolitik .
2. Reaksi transfusi Panas non Haemolitik
3. Reaksi transfusi oleh karena Darah Tercemar .
4. Reaksi transfusi Allergie .
5. Reaksi transfusi Perdarahan Abnormal .
6. Reaksi transfusi Gagal Jantung
7. Reaksi transfusi Gagal Paru .
8. Reaksi transfusi Keracunan
9. Reaksi transfusi Thrombophlebitis.
II. REAKSI 'I RANSFUSI LAMBAT ( 24 Jam ) .
1. Reaksi transfusi Haemolitik Lambat .
2. Penularan penyakit : Malaria , Hepatitis , HIV , dsb .
3. Haemosiderosis / Haemokromatosis

I. Reaksi Transfusi Haemolitik Segera ( RTHS )
Pada reaksi ini terjadi perusakan sel darah merah setelah / selama transfusi
Jenisnya :
A. Perusakan Sel Darah Merah Intravaskulair .
Biasanya disebabkan oleh ABO incompatibilitas .
Gejala yang terjadi biasanya nyata dan segera .
B. Perusakan Sel Darah Merah Extravaskulair .
Biasanya disebabkan oleh Rh incompatibilitas atau kwalitas darah yang jelek .
Gejala yang timbul adalah minimal , tidak nyata dan lambat .
Gejala yang khas adalah : icterus yang timbul 3-5 jam post transfusi.

Gejala :
• Panas pada lengan yang ditransfusi .
• Suhu tubuh yang meningkat . Menggigil .
• Sesak Nafas Nyeri dada .
• Nyeri di daerah lumbal .
• Rasa mual / muntah .
• Shock -3 Tekanan darah menurun
• Terjadi perdarahan yang abnormal - Haematuri .
• Produksi urine menurun Gagal Ginjal - Mati .
Apabila penderita berada dalam pembiusan : ingat RTHS bila :
• Hipotensi yang tidak sesuai perdarahan .
• Terjadi perdarahan yang abnormal -3 DIC .
• Terdapat Hemoglobinuria
Pemeriksaan Laboratorium : Anemi , Lekopheni , Thrombopheni
Hb Plasma meningkat , Bilirubin meningkat ,
Fibrinogen menurun , dan terjadi Hb uri .
Tindakan :
• STOP Transfusi infus NaC1 0,9% .
• Observasi Tensi , Nadi , Respirasi .
• Bila timbul Demam beri anti piretik .
• Bila terjadi Shock berikan DOPAMIN drip , intravena .
• Berikan Lasix , Furosemid . - Diuretika .
• Periksakan Faal Hemostasis .
• Periksakan sample darah penderita & donor ke Laborat .
• Konsult dokter
2. Reaksi Panas Non Haemolitik :
Reaksi ini paling sering terjadi .
Gejala biasanya timbul - 3 jam post transfusi , berupa
• Suhu tubuh meningkat Menggigil.
• Muntah muntah
• Nyeri hebat pada kepala/otot
tindakan :
• Stop transfusi,infus NaCl 0,9%
• Beri anti piretik
• Bila panas badan menurun , boleh di coba lagi atau ganti darah yang lain.


3. Reaksi Transfusi Karena Darah Tercemar :
Kuman yang mencemari darah adalah : Colliform , Pseudomonas . Biasanya kedua kuman ini menghasilkan endotoxin .
Kontaminasi dapat terjadi oleh karena :
• Waktu sampling darah .
• Pemakaian Antikoagulant yang kurang steril .
• Kuman yang tahan panas tidak mati waktu dipanaskan
Gejala yang timbul :
• Panas badan Menggigil .
• Bila berat penderita jatuh kedalam Shock . Tanda tanda darah yang tercemar :
• Berwarna biru kehitaman
• Batas sel dan serum tidak jelas 4 terjadi hemolisa .
• Bila dikocok perlahan 4 serum jadi merah .
• Tampak bekuan darah kecil kecil 4 DIC . Tindakan :
• STOP Transfusi 4 infus NaC1 0,9% .
• Beri Antibiotik
• Beri Kortikosteroid bila perlu.

4. Reaksi Transfusi Karena Allergic :
Biasanya terjadi karena adanya allergen di dalam darah donor . Gejala yang timbul :
• Ringan : urtikaria ( gatal gatal ).
• Berat Seasak nafas , Cyanosis , Hypotensi 4 Shock .
Tindakan :
• STOP Transfusi 4 infus NaC1 0,9% .
• Beri antihistamin .
• Beni kortikosteroid bila perlu .
• Bila terjadi lharynk oedem berikan adrenaline.
5. Reaksi Transfusi Perdarahan Abnormal :
Reaksi transfusi ini biasanya disebabkan oleh reaksi transfusi hemolitik segera yang selanjutnya mengalami DIC dan adanya dilusi factor pembekuan darah
Tindakan :
• STOP Transfusi 4 infus NaC1 0,9% .
• Bila terjadi DIC beri Heparin .
• Bila disebabkan dilusi factor pembekuan darah , beri Plasma beku segar / Darah segar .
6. Reaksi Transfusi Kegagalan Jantung :
Reaksi ini biasanya disebabkan karena : Transfusi dengan volume darah yang besar dan dalam waktu yang singkat , atau pada penderita dengan kelainan jantung Tindakan :
• STOP Transfusi 4 infus NaCI 0,9% .
• Pasien dibuat posisi setengah duduk .
• Beri oksigen .
• Beri obat : Digitalis , Diuretik 4 dokter ahli jantung.
• Lakukan Phlebotomi bila perlu 4 dokter ahli .
• Muntah muntah .
• Nyeri yang hebat pada kepala / otot
Tindakan :
• STOP Transfusi , 4 infus NaC1 0,9% .
• Beri anti piretik .
• Bila panas badan menurun boleh dicoba lagi atau ganti darah yg lain.
7. Reaksi Transfusi Kegagalan Paru :
Penyebab : Darah yang tersimpan lama akan terbentuk mikrothrombi 4 shg me¬nyebabkan infark paru .
Pencegahan : diberi filter 20 mikron waktu transfusi .
8. Reaksi Transfusi Keracunan :
Biasanya disebabkan karena keracunan : Kalium , Sitrat .
9. Reaksi Transfusi Thrombophlebitis :
Biasanya disebabkan oleh karena alat transfusi yang kurang steril.

Bank Darah

Bank Darah
Bank Darah Agam Sering Kosong E-mail

LUBUKBASUNG, METRO-Para perawat Kabupaten Agam yang gabung dalam PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) menggelar aksi sosial donor darah, Senin (15/5). Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan memperingati Hari Perawat  se-Dunia tahun 2013.
Aksi sosial donor darah tersebut diawali donor darah oleh Asisten III Agam Mulyadi di ruang transfusi darah RSUD Lubukbasung didampingi Kepala RSUD Lubuakbasuang dr.H.Hendri Rusdian dan Ketua PPNI Agam Yulinar.
Ketua PPNI Agam Yurnalis didampingi Ketua I Sufriadi mengatakan, dilakukan kegiatan aksi sosial donor darah tersebut karena darah sangat dibutuhkan di RSUD Lubuakbasuang dan RSUD Lubuakbasuang.
Setiap ada pasien yang butuh darah selalu kurang. Maka untuk terjamin dan terjaganya persediaan darah, sebagai salah satu aksi sosial yang sangat perlu dan dibutuhkan masyarakat, yaitu donor darah.
Donor darah ini diikuti oleh seluruh perawat Kabupaten Agam. Sekitar 30 orang perawat yang melakukan aksi ini. Untuk daerah Lubuakbasuang.
Kepala RSUD Lubukbasung  Hendri Rusdian  mengatakan, kalau kebutuhan darah memang banyak dan tidak jarang kalau bank darah yang di RSUD Lubuak basuang selalu kekurangan darah. ”Aksi ini sangat membantu,” katanya

Faal Hemostasis

Faal Hemostasis

PEMERIKSAAN FAAL HEMOSTASIS

Kelainan pada pendarahan dapat terletak di:
1.      VASKULAIR
2.      TROMBOSIT
3.      KOAGULASI


·         VASKULAIR
ü  Waktu pendarahan
ü  Rupel lead test
·         TROMBOSIT
ü  Hitung trombosit
ü  Retraksi pembekuan


·         KOAGULASI
ü  Jalur extrinsik        : PPT/PT
ü  Jalur intriksik         : APTT
ü  Jalur umum            : TT


1.      WAKTU PENDARAHAN (BLEEDING TIME/BT)
Pada test ini yang dipersiapkan adalah fungsi pembuluh darah dan fungsi trombosit
Waktu pendarahan ini memanjang pada
ü  Trombositopenok purpura
ü  Non trombositopenik purpura
ü  Von willebrand`s diseases
Teknik pemeriksaan :
1.      Cara DUKE:
Disinfeksi cuping telinga kemudian tusuk dengan lancet hingga waktu pendarahan dg memakai kertas sering setiap 30dtk.nilai mormal: 1-3menit pendarahan lebih dari 5menit : tekan tempat pendarahan pendaarahan stop
2.      Cara IVY:
Disenfeksi pada kulit lengan bawah,sediket distal fossa cubitin kemudian lengan bagian atas ditekan dg tensimeter sekitar 40mmHg tusuk dg lanset dan waktu pendarahan dihitung dg kertas sering 30dtk nilai normal 1-7menit pendarahan lebih dari 10menit tekaan pendarahan

2.      RUMPEL LEAD TEST
Pemeriksaan ini untuk melihat fragilitas darah
Cara: vena dibendung antara systolic dan diastolic selama 5mnt kemudian hitung junlah petechian yg timbul setelah 15mnt
Normal :
<10petechiae
10-20petechiae: meragukan
>20petechiae:abnormal
3.      HITUNG TROMBOSIT :
Tertapat 2 macam cara menghitung jumlah trombosit : manual & elektronik
Bila terdapat trombosit harus dikonfirmasikan dengan evaluasi hapusan darah
Normal
150000-450000/mm3
80000-100000/mm3: thombophini ringan
40000-80000/mm3: dapat terjadi spontan bleeding
<30000-40000/mm3: spontan bleeding
<10000/mm3: spontan bleeding berat
4.      TEST RETRAKSI BEKUAN:
1cc darah didalam tabung reaksi (13x100mm)pada suhu 37c beku
1,2,4,24jam kemudian retraksi bekuan dipiriksa
Normal : terjadi bekuan dalam waktu 24jam
Jelek bila terjadi retraksi bekuan dalm 24 jam tidak tampak retraksi bekuan
Test ini untuk memeriksa gangguan fungsi dan jumlah trombosit
5.      PPT (PLASMA PROTROMBIN TIME) ATAU PT (PROTHROMBIN TIME)
Test ini untuk melihat adanya gangguan pada jalur ektrinsik
Normal 10-14dtk perpedaan <2 detik dari control
Teknik pelaksanaan :plasma sitras + Ca + Trombosit jaringan pada suhu 37C kemudian catat waktu pembukaan
6.      APTT(AKTIVATED PARTIEL TROMBOSID TIME)
Test ini untuk melihat adanya gangguan pada jalur intriksi
Nilai normal :30-40 dtk prbdaan <7dtk dari control
Tehnik pelaksanaan:plasma sitras+forsfolipid+Ca pada suhu 37C kemudian catat waktu pembukaan

Anemia Hemopoetik

Anemia HemopoetikPemeriksaan laboratorium patologi klinik infeksi tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sering menyerang paru dan dapat menyebar ke organ-organ lain. Indonesia adalah negara dengan prevalensi TBC ke-3 di dunia setelah China dan India, dan TBC sendiri termasuk dalam tiga besar penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional TBC paru diperkirakan 0,24%. Penyakit TBC sering menyerang orang dengan gangguan/defisiensi imun, gizi buruk, debilitas, serta bertempat tinggal di lingkungan yang padat dan tidak sehat.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit TBC dapat dilakukan berbagai modalitas. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat, dilakukan pemeriksaan penunjang. Seperti pemeriksaan radiologis (menemukan infiltrat, kavitas di apex dsb), mikrobiologis (menemukan bakteri M. tuberculosis dengan kultur sputum dan pewarnaan BTA), tes Tuberkulin dan pemeriksaan darah di laboratorium patologi klinik. Dari kesemuanya itu, pemeriksaan darah kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik.

Pada saat TBC baru mulai aktif terdapat sedikit leukositosis dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin sedikit meningkat dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.

Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang rutin dilakukan terutama untuk mendiagnosis penyakit tuberculosis:

Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan haem (berisi zat besi) dan 4 rantai globin, berada di dalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah darah ditentukan oleh kadar hemoglobin. Struktur Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asam amino pada rantai alfa, dan 146 molekul asam amino pada ranta beta, gamma dan delta

Nilai normal Hb

Wanita : 12-16 gr/dl

Pria : 14-18 gr/dl

Anak : 10-16 gr/dl

Bayi baru lahir : 12-24 gr/dl

Penurunan Hb terdapat pada penderita anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan IV yang berlebihan, penyakit Hodgkins dan obat-obatan (antibiotika, aspirin dll). Sedangkan peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung kongestif dan luka bakar hebat.

Leukosit

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis bergranula (PMN) dan jaringan limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Nilai normal

Dewasa : 4.000-10.000/mm3

Bayi/anak : 9.000-12.000/mm3

Bayi baru lahir : 9.000-30.000/mm3

Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya tuberkulosis, pneumonia, meningitis, appendisitis, tonsilitis, dll. Dapat juga terjadi pada infark miokard, sirosis, leukemia, stress, pasca bedah dll. Sedangkan penurunan jumlah leukosit (leukopenia) dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria, alkoholik, SLE, arthritis rheumatoid dan penyakit hemopoetik.

Hitung jenis leukosit

Hitung jenis leukosit adalah perhitungan jenis leukosit yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi. Lima tipe sel darah putih yang dihitung adalah netrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Neutrofil dan limfosit merupakan 80-90% dari total leukosit. Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit memberi informasi spesifik berhubungan dengan infeksi dan proses penyakit.
No. Jenis leukosit Dewasa (%) Dewasa (mm3) Anak/bayi/BBL
1. Neutrofil (total)

Neutrofil segmen
Neutrofil batang

50-70

50-65
0-5

2500-7000

2500-6500
0-500

BBL=61%

Umur 1 tahun= 2%
Sama dewasa

2 Eosinofil 1-3 100-300 Sama dewasa
3 Basofil 0,4-1,0 40-100 Sama dewasa
4 Monosit 4-6 200-600 4-9%
5 Limfosit 25-35 1700-3500 BBL: 34%

1 tahun: 60%

6 tahun: 42%

12 tahun: 38%

Hematokrit

Hematokrit adalah perbandingan bagian dari darah yang mengandung eritrosit terhadap volume seluruh darath atau volume sel darah merah dalam 100 ml keseluruhan darah, atau eritrosit dalam seluruh volume darah yang dihitung dalam persen. Semakin tinggi prosentase hematokrit berarti konsentrasi darah makin kental, diperkirakan banyak plasma darah yang keluar (ekstravasasi) dari pembuluh darah berlanjut ke keadaan shock hipovolemik.

Nilai normal hematokrit:

Anak : 33-38/vol%

Laki-laki dewasa : 40-48/vol%

Wanita dewasa : 37-43/vol%

Penurunan hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukimia, penyakit Hodgkin, sirosis, defisiensi vitamin B dan C dll. Sedangkan peningkatan hematokrit terjadi pada hipovolemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat, dll.

Trombosit

Trombosit adalah komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan berfungsi utama dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai di bawah 100.000/mcl berpotensi untuk terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah. Jumlah normalnya 200.000-400.000 per mikroliter darah.

Laju Endap Darah (LED)

LED mengukur kecepatan endap eritrosit dan menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan luas permukaan sel serta gravitasi bumi. Makin berat sel darah makin cepat laju endapnya dan makin luas permukaan sel makin lambat pengendapannya. LED darah normal relatif kecil karena gravitasi bumi seimbang dengan perpindahan plasma ke atas. Setiap peningkatan viskositas plasma (misal oleh kolesterol dan lemak lain) akan menimbulkan daya tarik ke atas semaki besar sehingga laju endap lambat, tetapi sebaliknya setiap keadaan yang membuat sel darah lebih berat (misal: saling melekat/menggumpal), maka laju endap ke bawah makin meningkat. Perlekatan sel darah (Rouleaux) dapat terjadi karena peningkatan perbandingan globulin, albumin dan fibrinogen.

LED normal:

Pria : 0-8 mm/jam

Wanita : 0-15 mm/jam

LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit terutama penyakit kronis misalnya TBC dan arthritis rheumatoid. Peninggian LED biasanya terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal maupun sistemis atau trauma, kehamilan, infeksi kronis,dan infeksi terselubung yang berubah menjadi akut. Penurunan LED dapat terjadi pada polisitemia vera, gagal jantung kongesti, anemia sel sabit, infeksi mononukleus, defisiensi faktor V pembekuan, dll.Anemia dan Transfusi darah

Anemia Megaloblastik

Anemia Megaloblastik

Definisi
Anemia adalah berkurangnya jumlah SDM (sel darah merah), kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) hingga dibawah nilai normal per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan korfirmasi laboratorium (Baldy 2005).
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia individu, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitas, keadaan penyakit yang mendasari, dan beratnya anemia (Baldy 2005).
Menurut Soenarto (2001), anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik. Kriteria anemia dan defisisensi gizi menurut WHO 1972 sebagai berikut:
Dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari nilai pada golongan umur yang ada, yaitu:
Anak umur 6 bulan - 6 tahun : 11g/100ml
6 tahun- 14 tahun : 12g/100ml
Pria dewasa : 13gr/100ml
Perempuan dewasa tak hamil : 12 gr/100ml
Perempuan dewasa hamil : 11 gr/100ml
Anemia megaloblastik (Sel darah merah besar) diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi a yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti (Guyton 2001).
Etiologi
Anemia megaloblastik defisiensi asam folat disebabkan karena defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat itu sendiri dapat disebabkan karena banyak faktor. Asupan yang tidak adekuat karena diet yang tidak seimbang (sering pada peminum alkohol, usia belasan tahun, beberapa bayi). Para peminum alkohol akan dapat mengalami defisiensi asam folat karena sumber utama asupan kalori yang dikonsumsi berasal dari minuman beralkohol. Alkohol dapat menganggu metabolisme folat. Pecandu narkotik juga mudah menjadi defisiensi folat karena malnutrisi. Banyak individu fakir miskin dan usia lanjut yang mendapat makanan yang kurang , akan menderita defisiensi asam folat (Soenarto 2001).
Hal lain yang dapat menyebabkan defisiensi asam folat adalah meningkatnya kebutuhan. Jaringan –jaringan yang relatif pembelahan selnya sangat cepat seperti sum-sum tulang, mukosa usus, memerlukan cukup besar folat. Karenanya, para pasien anemia hemolitik kronik atau penyebab lain terjadinya eritropoiesis yang aktif akan mengalami defisiensi. Perempuan hamil mempunyai resiko yang tinggi mengalami defisiensi folat karena keperluan yang meningkat bersamaan dengan perkembangan janin.. Defisiensi folat dapat tampak selama pertumbuhan bayi dan remaja. Para pasien dengan hemodialisa kronik perlu diberi suplementasi folat guna mengganti folat yang hilang.
Selain itu gangguan absorbsi (malabsorbsi) juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat (contoh: statorrhea idiopatik, tropical sprue, celiac disease). Pada penderita penyakit usus halus tertentu, terutama penyakit Crohn dan sprue, juga dapat terjadi defisiensi asam folat karena terjadi gangguan penyerapan asam folat.
Pemakai obat antagonik asam folat juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat, contohnya adalah methotrexat, 6-merkapto purin, pirimetamin, derivate barbiturate, dan lain-lain. Obat anti-kejang tertentu dan pil KB juga merupakan obat antagonik karena mengurangi penyerapan asam folat.
Kehilangan folat berlebihan melali urin juga dapat mengakibatkan defisiensi asam folat. Keadaan ini terjadi pada seseoranga yang menderita penyakit hati aktif dan gagal jantung kongestif (hoffbrand, pettit & moss 2005).
Patofisiologi
Defisiensi asam folat gangguan sintesa DNA  gangguan sintesa nucleoprotein asinkronisasi maturasi inti dan sitoplasma  megaloblastic hematopoesis anemia makrositik.
Tanda dan Gejala
Orang yang mengalami kekurangan asam folat akan menderita anemia. Bayi tetapi bukan orang dewasa bisa mengalami kelainan neurologis. Kekurangan asam folat pada wanita hamil bisa menyebabkan terjadinya cacat tulang belakang (korda spinalis) dan kelainan bentuk lainnya pada janin.
Anemia menyebabkan kelelahan, sesak napas, dan rasa pusing. Orang dengan anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar, mereka merasa sulit bekerja, artinya mutu hidupnya lebih rendah. Anemia juga meningkatkan risiko kelanjutan penyakit dan kematian
Seseorang yang mengalami anemia akan tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas pendek (manifestasi berkurangnya pengiriman O2), peradangan pada lidah, mual, hilangnya nafsu makan, sakit kepala, pingsan, dan agak kekuningan.
Menurut (Baldy 2005), salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkuranganya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gram.
Gambaran Laboratorik
Menurut (hoffbrand, pettit & moss 2005), anemia bersifat makrostik (MCV >95 fl dan sering mencapai 120-140 fl pada kasus berat) dan makrosit tersebut biasanya berbentuk oval. Perhitungan retikulosit memperlihatkan hasil yang rendah, dan jumlah leukosit serta trombosit total mungkin turun sedikit, khususnya pada pasien anemia berat. Suatu proporsi netrofil memperlihatkan adanya hipersegmentasi inti (dengan enam atau lebih lobus). Sumsum tulang biasanya hiperselular, dan eritroblas berukuran besar serta menujukan kegagalan pematangan inti dengan inti yang mempertahankan pola kromatin berlubang-lubang, halus dan berbercak, tetapi hemoglobinisasinya normal. Adanya metamielosit raksasa dan berbentuk abnormal adalah khas pada penyakit ini.
Gambar 1  Anemia megaloblastik
Bilirubin indirek, hidroksibutirat, dan laktat dehidrogenase (LDH) serum smeuanya meningkat akibat pemecahan sum-sum tulang.
Folat serum dan folat eritrosit rendah pada anemia megaloblastik yang disebakan oleh defisiensi folat. Pada defisiensi B12, folat serum cenderung meningkat, tetapi folat eritrosit menurun. Walaupun demikian, tanpa adanya defisiensi  B12, folat eritrosit adalah petunjuk folat dalam jaringan yang lebih akurat dibandingkan dengan folat serum (hoffbrand, pettit & moss 2005). Menurut (Soenarto 2001), kadar serum normal dari asam folat berkisar antara 6-20 ng/ml; nilai sama atau dibawah 4 ng/ml secara umum dipertimbangkan untuk diagnostik dari deefisiensi folat.
Uji untuk menentukan penyebab defisiensi vitamin B12 atau folat (Sumber :hoffbrand, pettit & moss 2005)
Vitamin B12:

  • Riwayat makanan   
  • Absorbsi B12 ± IF (factor intrinsic)   
  • Antibodi terhadap sel parietal,   
  • Endoskopi atau Barium meal dan follow through
  • Fungsi lambbung (asam, IF)

Folat:

  • Riwayat makanan
  • Uji untuk malabsorpsi intestinal
  • IF Antibodi anti-gliadin dan endomisium
  • Biopsi duodenum   
  • Penyait yang mendasari

Pengobatan
Defisiensi folat perlu diobati dengan terapi pengganti. Dosis yang lazim diberikan adalah 1 mg per hari per oral, namun dosis tinggi sampai 5 mg per hari mungkin diperlukan pada defisiensi folat yang disebabkan karena malabsobsi. Pemberian folat parenteral jarang diperlukan. Respons hematologis sama dengan yang dapat dijumpa setelah terapi pengganti pada defisiensi kobalamin, misalnya terjadi retikulositosis  yang nyata setelah kurang lebih 4 hari, kemudian diikuti dengan terkoreksinya anemia setelah 1 sampai 2 bulan kemudian. Lama terapi tergantung pada keadaan dasar defisiensi (Soenarto 2001)..
 Para pasien dengan keperluan yang terus menerus meningkat seperti pada pasien anemia hemolitik atau mereka yang dengan malabsorbsi atau malnutrisi kronik, hendaknya terus menerus didorong guna memelihara dan mengajarkan diet yang optimal dengan kecukupan folat (Soenarto 2001).
Menurut (hoffbrand, pettit & moss 2005), sebagian besar kasus hanya memerlukan pemberian vitamin yang sesuai. Jika sam folat dosis besar (misal 5 mg sehari) diberikan pada defisiensi vitamin B12, akan menyebabkan terjadinya respons hematologik tetapi dapat memeperburuk neuropati. Karena itu folat tidak boleh diberikan sendiri kecuali jika defisiensi vitamin B12 telah disingkirkan. Pada pasien anemia berat yang memerlukan pengobatan segera, mungkin lebih aman untuk memulai pengobatan dengan kedua vitamin setelah dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan B12 dan folat dan pemeriksaan sumsum tulang. Pada orang tua, adanya gagal jantung harus dikoreksi dengan pemberian diuretic dan suplemen kalium oral selama 10 hari (karena pada beberapa kasus telah ditemukan adanya hipokalemia). Transfusi darah harus dihindari sedapat mungkin karena dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi.
Bila defisiensi timbul pada minggu pertama kehamilan, maka dapat mengakibatkan efek pada saluran neonates. Kadang-kadang pada kehamilan tersebut tidak dapat terdeteksi sampai efek tersebut telah berkembang, jadi ketentuan suplementasi folat pada perempuan setelah mereka mengetahui mereka hamil tidaklah efektif. Namun demikian, suplementasi makanan yang mengandung folat, dapat mengurangi efek saluran saraf sampai lebih dari 50%
Diet
Menurut (hoffbrand, pettit & moss 2005), asam folat diberikan pada kehamilan, dengan dosis anjuran sebesar 800 µg tiap hari dan semua wanita usia subur dianjurkan untuk mendapat asupan sedikitnya 400 µg tiap hari (dengan peningkatan asupan makanan kaya folat atau makanan yang ditambah folat atau dalam bentuk asam folat) untuk mencegah terjadinya DTS pada janin. Asam folat juga diberikan pada pasien yang menjalani dialysis kronik disertai anemia hemolitik berat dan mielofibrosis kronik, dan pada bayi prematur. Fortifikasi makanan dengan asam folat (misalnya tepung) saat ini sedang dipertimbangkan di Inggris untuk menurunkan insidensi DTS dan mungkin penyakit kadiovaskular, serta sudah di praktikkan di AS.
Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat lemah pada protein plasma, dan disimpan di hati. Pada keadaan tidak adanya asupan folat, cadangan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Pasien-pasien pecandu alkohol yang dirawat di rumah sakit sering member respon “spontan” jika diberikan diet seimbang (Soenarto 2001).
 Kebutuham minimal folat sehari-hari kira-kira 50 mg, dengan mudah diperoleh dari diet rata-rata (Soenarto 2001). Asam folat (folium) termasuk golongan vitamin B yang larut dalam air. Jadi, bila ada kelebihan folat dalam asupan atau makanan yang dikonsumsi, tak perlu khawatir karena kelebihan tersebut dapat larut dalam air. Selain itu, tak seluruhnya dari asam folat yang dimakan itu bisa diserap oleh tubuh. Paling banyak, separuh dari banyaknya asam folat yang dimakan bisa diserap tubuh (anonym 2008)
Tabel 2  Pangan sumber asamf olat

Sumber asam folat:

  • Sayuran berwarna hijau tua: Bayam, kangkung, selada, asparagus, brokoli.   
  • Kacang-kacangan: Kacang merah, kacang kedelai, kacang hijau, termasuk juga selai kacang.   
  • Biji-bijian: Gandum, beras, cereal, oatmeal, termasuk juga roti gandum   
  • Buah-buahan: Pepaya, nenas, jeruk, pisang, alpukat, dan stroberi.   
  • Daging: Hati, ginjal dan beberapa organ dalam hewani lainnya

Walaupun asam folat banyak ditemukan pada sayuran, buah dan biji-bijian, dan produk daging, tetapi sulit untuk mendapatkan seluruh asam folat yang terkandung dalam makanan tersebut. Memasak makanan dengan panas tinggi dengan kompor atau microwave, atau terlalu banyak air akan mengurangi kandungan asam folat. Misalnya, 50% sampai 90% asam folat dapat hilang dengan cara memasak yang memakai banyak air. Cobalah untuk makan sayuran yang dikukus sebentar atau mentah.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik, sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Defisiensi asam folat dapat disebakan oleh banyak factor, yaitu asupan yang tidak adekuat, meningkatnya kebutuhan, angguan absorbsi, pemakaian obat antagonik asam folat,  dan kehilangan folat yang berlebihan melalui urin.
Patofisiologi anemia megaloblastik defisiensi asam folat diawalai dari defisiensi asam folat, kemudian terjadi gangguan sintesis DNA yang mengakibatkan gangguan sintesa nucleoprotein. Setelah itu terjadi asinkronisasi maturasi inti dan sitoplasma, akhirnya terjadi megaloblastic hematopoesis, dan berakhir anemia makrositik.
Gejala anemia megaloblastik defisiensi asam folat hamper sama dengan anemia-anemia lainnya kelelahan, sesak napas, dan rasa pusing, merasa sulit bekerja, tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas pendek, peradangan pada lidah, mual, hilangnya nafsu makan, sakit kepala, pingsan, dan agak kekuningan. Bayi tetapi bukan orang dewasa bisa mengalami kelainan neurolohis. Kekurangan asam folat pada wanita hamil bisa menyebabkan terjadinya cacat tulang belakang (korda spinalis) dan kelainan bentuk lainnya pada janin.
Gambaran laboratorik pada darah (anemia, gambaran eritrosit normokrom makrositer dan makrovalosit, leukosit PMN besar dan hipersegmentasi, trombosit dapat rendah, MCV↑, MCHC normal). Mengalami defisiensi vitamin B12 (kadar vitamin B12 serum < 100pg/mL). Sumsum tulang (semua prekusor sel hematopoetik membesar/giant metamyelosit dengan hiperplasia eritroid).
Pengobatan dilakukan sesuai dengan keadaan pasien. Bisa diberikan vitamin B12 dengan dosis yang sesuai, dan juga dilakukan pengaturan diet yang seimbang.
Saran
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan  asupan asam folat dengan baik. Makan buah-buahan dan sayuran segar setiap hari. Selain itu jangan memasak sayuran terlalu lama karena panas akan menghancurkan asam folat. Jangan merokok serta jangan minum minuman yang mengandung alkohol karena itu akan mengganggu penyerapan asam folat. Minum suplemen tambahan yang dianjurkan oleh dokter.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Asam Folat bisa diperoleh dari sumber makanan alami. Http://www.pamabayoen.com/2008/02/asam-folat-bisa-diperoleh-dari-sumber.html. [17September2010].

Baldy C M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Hoffbrand A V, Pettit J E, Moss P A H. 2005. Hematologi. Jakarta: EGC.

Soenarto. 2001. Permasalahan Pengelolaan Anemia. Kedaruratan medik II 2001. Pertemuan Ilmiah Tahunan ke V Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Cabang Semarang. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Guyton Arthur C dan John E H. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC